Isu Etika signifikan dalam dunia bisnis dan profesi
Benturan
Kepentingan
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di
suatu perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis
situasi sebagai berikut.
a. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing
( competitor ).
b. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan
perusahaan.
c. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang
masih ada hubungan keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh
personal tersebut.
d. Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai
pengaruh ( control ) terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari
personal yang masih ada hubungan keluarga.
e. Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia
perusahaan demi suatu kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau
menjual barang atau produk milik perusahaan yang didasarkan atas informasi
rahasia tersebut.
f. Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
g. Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau
pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
h. Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas
perusahaan yang telah go public yang merugikan pihak lain.
Apabila
situasi yang telah disebutkan terjadi atau apabila individu tidak yakin apakah
suatu situasi yang sedang terjadi merupakan benturan kepentingan, maka harus
segera dilaporkan hal – hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas
kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa
situasi tersebut menimbulkan kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan
benturan kepentingan ini kepada komite pemeriksa. Berikut ini merupakan
beberapa upaya suatu perusahaan atau organisasi dalam menghindari benturan
kepentingan adalah sebagai berikut.
·
Menghindari diri dari
tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan pribadi dengan
perusahaan.
·
Mengusahakan lahan pribadi
untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi
penyimpangan kegiatan pemupukan.
·
Menyewakan properti
pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan
pemeliharaan.
·
Mengungkapkan dan
melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan perusahaan.
·
Memiliki bisnis pribadi
yang sama dengan perusahaan.
·
Menghormati hak setiap
insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar pekerjaan
dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.
·
Tidak akan memegang
jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk
apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.
·
Menghindari diri dari
memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada suatu perusahaan atau
organisasi pesaing dengan cara.
·
Menghindari situasi atau
perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau kecurigaan adanya
benturan kepentingan.
·
Mengungkapkan atau
melaporkan setiap kemungkinan benturan kepentingan pada suatu kontrak yang
telah disetujui maupun yang belum disetujui.
·
Tidak akan
menginvestasikan dana atau melakukan ikatan bisnis pada individu atau pihak
lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung ,aupun tidak langsung.
Etika Dalam Tempat Kerja
Kewajiban
moral utama sebagai pegawai adalah bekerja mencapai tujuan perusahaan dan
menghindari berbagai kegiatan yang akan mengancam tujuan tersebut. Dalam hal
ini, etika bisnis sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang
harmonis dan untuk memberikan citra positif terhadap lingkungan perusahaan. Hal
demikian dibuktikan dengan ungkapan John Rockefeller seorang industriawan
terkemuka Amerika ( 1870 ) pendiri cikal bakal Exxon Mobile, “Kemampuan bertatakrama terhadap oranglain akan saya
nilai lebih tinggi daripada kemampuan – kemampuan lain”. Berikut akan
disebutkan beberapa bentuk etika yang harus dilaksanakan dalam tempat kerja.
-
Menghormati budaya kerja di perusahaan
-
Menghormati senior dan lakukan sebagaimana mestinya tanpa bersikap berlebihan.
-
Hormati privacy orang lain
-
Hormati cara pandang orang lain
-
Tangani beban pekerjaan masing – masing
-
Bersikap sopan terhadap seluruh orang yang ada di dalam perusahaan tersebut.
-
Tidak semena – mena menggunakan fasilitas kantor
Aktifitas
Bisnis Internasiona-Masalah Budaya
Seorang
pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu
bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan
konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah
laku dalam mereka melakukan sesuatu. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita
telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang
dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat
bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka
sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul
paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi
kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya
perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan
karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula
mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan
proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan pemerintah
dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara
pemerintah. Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut.
a.
Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
produksi perusahaan.
b.
Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan
mencakup financial dan managerial social accounting, social auditing.
c.
Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan
suatu hasil yang relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Guna mewujudkan maksimalisasi
kinerja akuntabilitas sosial terdapat beberapa faktor yang sering dijadikan
sebagai syarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas sosial, antara lain.
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan akuntabilitas
sosial dalam praktek pemerintahan banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah
mekanisme yang mampu menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat.
Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog
dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari
masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut. Keberadaan mekanisme yang menjembatani
hubungan negara dan masyarakat ditingkatan operasional dapat dijadikan sebagai
instrumen untuk memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan baru serta program
baru bagi interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain
itu, keberadaan mekanisme ini digunakan untuk memperbaiki, memperbarui serta
mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor yang telah ada dan dianggap
usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang menjembatani hubungan antara negara
dan masyarakat adalah keberadaan Dinas Komunikasi dan Informasi dari setiap
Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini dibentuk tidak untuk pengendalian
informasi, namun justru untuk meniadakan informasi yang asimetris antara negara
dan masyarakat.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan
Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses
Akuntabilitas Pemerintah Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga
negara dan aktor-aktor Civil Society
untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah merupakan prasyarat
penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial. Faktor ini sering kali
berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa
warga negara kurang berdaya.
3. Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan
Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan
faktor ini menjadi penting karena hambatan terbesar bagi perwujudan
akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para politisi dan
birokrat untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap pendapat
masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan
birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara
negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut
dapat semakin disinergikan sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang
bersifat timbal balik antara aktor-aktor yang berasal dari negara maupun
masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan
Proses perwujudan
akuntabilitas sosial juga menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan
budaya yang memadai. Pada dunia politik, sebuah proses akuntabilitas sosial
tidak mungkin berhasil jika tidak didukung oleh keberadaan rezim yang
demokratis, adanya sistem multi partai serta pengakuan legal - formal dari hak
- hak sipil dan politik dari warga negara. Demikian juga dalam dunia ekonomi
dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia - sia
ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga
negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua dunia tersebut.
Manajemen
Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian
besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun
positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi, karyawan, produk,
jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang tidak
stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang
tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang
lebih baik . Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan
dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis
tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis
menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik. Sebab, krisis
terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya.
Secara umum, dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah.
Sebab
umum : – gangguan kesejahtraan dan rasa aman.
– tanggung jawab sosial
diabaikan.
Sebab
khusus : – kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah.
– penurunan profit yang tajam.
– penyelewengan.
– perubahan permintaan pasar.
– kegagalan atau penarikan produk.
– regulasi dan deregulasi.
– kecelakaan atau bencana alam.
Suatu krisis menurut pendapat Steven
Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan, yakni :
1.
Masa pre-krisis
Suatu krisis yang besar biasanya
telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada krisis yang terjadi. Masa
terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa pre-krisis.Seringkali
tanda-tanda ini oleh karyawan yang bertugas sudah disampaikan kepada pejabat
yang berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang tidak ditanggapi. Oleh
karena sipelapor merasa laporannya tidak ditanggapi dia ikut diam saja. Bila
keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih diam daripada laporan
dia tidak ditanggapi. Kasus terjadinya kebocoran gas racun pabrik Union
Carbide di Bhopal, India (terkenal dengan nama tragedy Bhopal) yang merenggut
lebih dari 2000 jiwa, telah diantisipasi oleh petugas. Kebocoran yang terjadi
di pabrik Union Carbide di tempat lain tidak diteruskan ke pabrik di Bhopal.
Laporan yang tidak disampaikan itu menyebabkan terjadinya malapetaka
tersebut.Cukup sering terjadi, malapetaka yang besar sudah deketahui gejalanya
oleh orang yang berwenang, tetapi didiamkan saja tanpa diambil tindakan. Kalau
sekiranya tindakan koreksi segera diambil maka kejadian yang akibatnya fatal
tersebut dapat dihindarkan. Mengatasi krisis yang paling baik adalah disaat
pre-krisis ini terjadi. Seringkali suatu krisis sudah diantisipasi bakal
terjadi, namun tidak ada cara untuk menghindarinya. Misalnya kasus kapal di
laut yang akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan keluar kecuali
menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi terjadinya,
sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya mengarahkan
kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita dapat menarik pelajaran bahwa menghadapi
krisis yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu, kita akan lebih siap.
2.
Masa Krisis Akut (Acute stage).
Bila pre-krisis tidak dideteksi dan
tidak diambil tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi.
Kasus biskuit beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat
sorotan media massa sebagai suatu berita yang hangat dan masuk halaman pertama.
Keadaan yang demikian akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi
perusahaan, khususnya bagi perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi
tersebut berkembang dengan cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut.
Setelah itu berkembang masalah baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak makanan lain
yang ikut tercemar.Beberapa bahan makanan yang dilaporkan tercemar racun adalah
minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan beberapa jenis jajanan pasar. Memang
isu keracunan ini akan merembet ke makanan yang sejenis Hal ini disebut dengan
proses generalisasi. Fenomena generalisasi ini juga terjadi pada pabrik yang mempunyai
cabang di tempat lain, atau pabrik yang memproduksi barang yang hampir sama.Pada
masa krisis akut ini tugas utama perusahaan adalah menarik produk secepat
mungkin agar tidak ada lagi korban yang menjadi korban produk. Pada masa ini
tugas perusahaan bukanlah diprioritaskan untuk mencari penyebab kenapa masalah
itu terjadi. Tetapi tugas pokoknya adalah mengontrol semaksimal mungkin agar
jatuhnya korban dapat ditekan.Masa krisis akut ini jika dibandingkan dengan
masa krisis kronis jauh lebih singkat. Tetapi masa akut adalah masa yang paling
menegangkan dan paling melelahkan anggota tim yang menangani krisis.
3.
Masa kronis krisis.
Masa ini adalah masa pembersihan akibat
dari krisis akut. Masa ini adalah masa recovery,
masa mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang
gagal total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa
kebangkrutan perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini
adalah masa yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada
jenis krisis. Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap
perusahaan.
4. Masa
kesembuhan dari krisis.
Masa ini adalah masa perusahaan
sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin
sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri
untuk menghadapinya.
Referensi
Nama :
Adisti Pamula Siwi
NPM :
20210173
Kelas :4
Eb 20